Kearifan Lokal Sarung Tenun Gresik Indonesia

Catatan penulisan ini pada prinsipnya berusaha mencari penjelasan tentang kearifan lokal dalam sarung tenun yang dikerjakan dengan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) dalam dinamika lingkungan dengan potensi usaha di daerah Kabupaten Gresik. Diarahkan untuk menjabarkan kearifan lokal, dengan menjabarkannya diharapkan keunggulan lokalnya dalam strategi produk dan strategi pemasaran, diharapkan tercipta keunggulan bersaing yang akan mempengaruhi faktor strateginya yang mengembangkan industri tenun itu sendiri yang diharapkan para pembaca dapat menciptakan, membantu tenun sarung Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM).

Catatan penulisan ini dilakukan sebagai bentuk rasa kagum pada kearifan lokal yang ada di daerah Gresik dan kekhasan tenun sarung yang tetap ada dari Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) walaupun mengalami persaingan ketat dari Alat Tenun Mesin, para pengusaha sarung masih mampu untuk terus bertahan tetapi jika tidak ada kearifan lokal dari pemerintah daerah dalam pengembangan usaha, dan interfensi harga bahan baku yang murah serta membantu dalam promosi dan penyediaan pangsa pasar yang baru serta bantuan modal dengan bunga yang rendah maka lambat laun tapi pasti para pengrajin dan pengusaha sarung tenun khas Gresik ini hanya menjadi sejarah kenangan akan keberadaan sarung tenun dari alat tenun bukan mesin Gresik.

Fenomena pekerjaan masyarakat Gresik sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai ajaran agama Islam yang diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, begitu juga dalam beraktifitas untuk mencari nafkah. Menurut John Haba (dalam Abdullah, 2008: 334-335), kearifan lokal mengacu pada berbagai kekayaan budaya yang bertumbuh kembang dalam sebuah masyarakat dikenal, dipercayai dan diakui sebagai elemen-elemen penting yang mampu mempertebal kohesi sosial di antara warga masyarakat. Di Gresik proses kearifan lokal sebagai penanda identitas (signified identity) sebuah komunitas; dimana didalamnya terdapat tata aturan manusia dengan pemerintahan dan manusia dengan komunitas. Kearifan lokal menjadi suatu hal yang menarik untuk dikaji dan mempunyai peran penting dalam dinamika lingkungan. Perkembangan usaha suatu perusahaan selalu berubah sesuai dengan kondisi lingkungannya. Tantangan yang dihadapi para pemilik perusahaan dalam hal ini adalah bagaimana menjaga agar kinerja perusahaan, termasuk budaya dalam kearifan lokal yang ada akan  mencerminkan jalannya potensi usaha guna menciptakan produktifitas melalui inovasi baru untuk membawa kemajuan perusahaan melalui cara mereka berkomunikasi, menciptakan situasi kerja yang menyenangkan dan menimbulkan kepercayaan kerja.

Menurut Chandler dan Hanks (1994), identitas budaya seseorang berdasarkan latar belakang yang dimilikinya dapat mewarnai kebebasan, cara, gaya dan perilaku berusaha serta kemampuannya bekerja serta menemukan faktor-faktor sukses dalam tingginya pertumbuhan perusahaan-perusahaan kecil meliputi kualitas, produk atau jasa, reputasi bagus dengan pelanggan, kemampuan untuk merespon permintaan pelanggan dan kerja keras dan ketekunan dalam dalam menjalankan bisnis. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan kecil, di mana sumber human capital keduanya kuat dan berhubungan dengan pelanggan, pemasok dan dimensi jasa, hubungan antara sumber daya manusia dan strategi kualitas pelanggan. Dengan identitas budaya maka diharapkan tingkat pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan didukung adanya sektor ekonomi unggulan di setiap daerah yang dapat dijadikan potensi bagi perkembangan daerah tersebut.

Catatan penulisan ini perusahaan-perusahaan kecil berkompetisi dengan tingginya populasi sektor industri mungkin tidak mampu mendeferensiasi strategi mereka karena rintangan-rintangan kecil untuk memasukinya, atau mungkin memiliki ketidakcukupan atau tidak bisa diakses dari sumber-sumber yang ada, terbatasnya alternatif strategi yang dapat dicapai

Perkembangan usaha menurut Moeljadi (2006) bahwa suatu perusahaan selalu berubah sesuai dengan kondisi lingkungannya. Tantangan yang dihadapi para pemilik perusahaan dalam hal ini adalah bagaimana menjaga agar kinerja perusahaan, termasuk kearifan lokal manajernya. Budaya mencerminkan gaya pimpinan dalam menjalankan usahanya guna menciptakan inovasi baru untuk membawa kemajuan perusahaan melalui cara mereka berkomunikasi, menciptakan situasi kerja yang menyenangkan dan menimbulkan kepercayaan kerja. Identitas budaya seseorang berdasarkan latar belakang yang dimilikinya dapat mewarnai kebebasan, cara, gaya dan perilaku berusaha serta kemampuannya bekerja. Nilai-nilai atau budaya bisnis seorang pengusaha yang kuat akan memotivasi karyawan dan kepercayaan pelanggan sekaligus akan meninggalkan kinerja perusahaan secara keseluruhan.

Beberapa studi dalam area strategi porter yang disampaikan Ritika Tanwar (2013) dalam Jurnal of Business and Management, pada dasarnya, strategi adalah tentang dua hal: memutuskan ke mana anda ingin bisnis anda pergi, dan memutuskan bagaimana menuju ke sana. definisi yang lebih lengkap didasarkan pada keunggulan kompetitif, objek dari sebagian besar strategi perusahaan, keunggulan kompetitif tumbuh dari nilai yang mampu diciptakan perusahaan untuk pembelinya yang melebihi biaya perusahaan untuk menciptakannya. nilai adalah apa yang bersedia dibayarkan oleh pembeli, dan nilai superior berasal dari penawaran harga yang lebih rendah daripada pesaing untuk manfaat setara atau memberikan manfaat unik yang lebih dari mengimbangi harga yang lebih tinggi, dengan variasi pada tiga strategi generik: cost leadership, focus dan differentiation.

Sumber strategi dari perusahaan-perusahaan kecil lebih banyak muncul dari sumber-sumber human capital, kapabilitas dan kompetensi (Hitt, 2001). Perusahaan dengan latar belakang budaya yang berbeda mempunyai perilaku pengelolaan bisnis yang berbeda pula. Unsur-unsur perbedaan tersebut terdapat pada corak kultural yang mewarnai secara khas dalam manajemen dimana kondisi ini ditentukan oleh etnis, ajaran agama, keragaman bahasa maupun faktor-faktor geografis, khususnya di daerah Gresik.

Menurut Ritika (2013) bahwa evaluasi strategi dalam catatan penulisan ini porter memberikan suatu strategi dalam menghadapi persaingan yang dikenal sebagai strategi persaingan generik (Generic Competitive Strategis). Strategi persaingan generik didasarkan atas analisis posisi dari suatu perusahaan dalam industri, apakah keuntungan perusahaan berada di atas atau di bawah rata-rata industri. Suatu perusahaan yang baik akan mempunyai tingkat pendapatan yang tinggi walaupun struktur industri kurang menguntungkan dan rata-rata tingkat keuntungan industri adalah sedang. Jika demikian maka perusahaan itu mampu menciptakan keunggulan bersaing yang berkelanjutan (sustainable competitive advantage). Untuk mencapai hal ini, perusahaan dapat memiliki dua tipe dasar keunggulan bersaing, yaitu biaya rendah atau diferensiasi. Dua tipe dasar keunggulan bersaing yang dikombinasi dengan bidang kegiatan yang dicari untuk mencapai kinerja di atas rata-rata industri, yaitu kepemimpinan biaya (cost leadership), diferensiasi, dan fokus. Kekuatan atau kelemahan yang secara signifikan dimiliki oleh sebuah perusahaan pada akhirnya merupakan suatu fungsi dari dampak biaya relatif dan diferensiasi.

Implikasi strategi generik Porter pada industri kecil, adalah bagaimana usaha kecil beroperasi dengan biaya rendah atau diferensiasi dalam hal pelayanan. Menurut Craig dan Grant (1999:71), sumber-sumber keunggulan biaya adalah penghematan pengetahuan (pengalaman), skala ekonomi, biaya input, teknologi pengolahan, desain produk, pemanfaatan kapasitas, dan faktor-faktor manajerial. Lebih lanjut dalam Porter (1992) keunggulan bersaing sebagai tingkat di mana perusahaan mampu menciptakan posisi bertahan melebihi pesaingnya. Lebih lanjut Porter menyampaikan bahwa keunggulan bersaing adalah jantung dari kinerja perusahaan di dalam pasar yang bersaing.

Porter telah menggambarkan skema kategori yang terdiri dari tiga jenis strategi umum yang biasanya digunakan oleh bisnis untuk mencapai dan mempertahankan keunggulan kompetitif. Tiga strategi generik ini didefinisikan di sepanjang dua dimensi: ruang lingkup strategis dan kekuatan strategis. Lingkup strategis adalah dimensi sisi permintaan dan dimensi penawaran pada komposisi pasar yang di targetkan. Sehingga konteks kearifan lokal yang merupakan gagasan-gagasan setempat (lokal) dari suatu masyarakat yang kemudian teraplikasi dalam sikap, tindakan, perilaku, pada hasil produk karya serta seni yang kemudian menjadi dasar komunikasi pemasaran yang dilakukan artinya, muatan dari setiap pesan yang digunakan dalam produk sebagai karya seni dan pemasaran yang dilakukan dengan berbasiskan pada kearifan lokal yang dimiliki.

(Wulandari Harjanti)

REFERENSI

Abdullah, I. 2006. Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Abdullah, I. 2008. Agama dan Kearifan Lokal dalam Tantangan Global. Pustaka Pelajar. Yogyakarta

Bogdan R.,& Biklen,S. 1992 .Qualitative  Research for Education. MA: Allynand Bacon, Boston

Chandler, G.N., Hanks, S.H. 1994. Market attractiveness, resource-based capabilities, venture strategies, and venture performance. Journal of Business Venturing.

Hitt, M. A. 2001. Manajemen Strategi: Daya Saing dan Globalisasi, Salemba Empat, Jakarta.

Porter, M., E. 1992. Strategi Bersaing: Teknik Menganalisis Industri dan Pesaing. Erlangga. Jakarta.

Ritika T. 2013. Porter’s Generic Competitif Strategies, IOSR Journal of Business and Management (IOSR-JBM). Vol 15, issue 1 (Nov-Des.2013) PP 11.17




 
Tentang Penulis - Wulandari Harjanti
Dosen & Kaprodi
Dosen & Kaprodi

Wulandari Harjanti

Dr. Wulandari Harjanti, S.Sos., S.E., M.M. adalah seorang Dosen Pegawai Negeri Sipil dari Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi VII Jawa Timur, yang diperkerjakan pada Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Mahardhika, berdedikasi dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi, serta memiliki Sertifikasi Pendidik dan aktif mengajar pada program Studi Manajemen. Saat ini bertugas sebagai Kepala Program Studi Akuntansi di STIE Mahardhika. 


Explor Your Next

Journey

Physiological respiration involves the meensure the composition of the functional residual.