O t e n t i k

Ketika kesempurnaan tidak pernah ditemukan, orang mencari yang otentik. Itulah yang terjadi hari-hari ini, dari urusan makanan sampai urusan tata kota. Dari urusan kopi sampai urusan pemimpin.

Menurut kamu, otentik itu soal apa? Kalo kata Iqbal Ramadhan, otentik itu soal Isi dan Rasa. Dia sedang mendikte selera kita tentang kopi dari salah satu produk kopi dalam kemasan yang sedang dia endorse yang iklannya sedang lalu-lalang di media hari-hari ini.

Bahkan kopi dalam kemasan seharga dua ribu perak mem-branding dirinya paling “otentik”. Dan kita tergoda untuk mencoba. 

Pada masanya kopi ini cuma minuman biasa berwarna hitam yang dinikmati kaum lelaki biasa untuk merayakan momen biasa saja, yang momen itu tidak mungkin atau tidak cocok ditemani air putih.

Datanglah sebuah masa dimana kopi naik kelas menjadi gaya hidup. Mulailah era kopi yang dicampur segala macam jenis ramuan atau bahan minuman lain yang membuat esensi kopinya mulai terkikis. Tidak penting isinya kopi atau bukan, yang penting brand di balik gelas kopi itu menjadi penanda.

Datanglah era berikutnya, kopi menjadi sebuah komoditas ritual.

Kopi sudah bukan lagi soal minuman, tetapi soal bagaimana memperlakukannya sebagai “experience” dan “upacara”. Sebagaimana layaknya “upacara”, ini soal bagaimana anda memperlakukan kopi itu; berapa lama anda menyimpan biji kopinya, di simpan dimana, berapa lama anda mem-“brewing”-nya, dalam suhu berapa derajat, bagaimana cara anda menikmatinya, dan seterusnya dan seterusnya.

Ini era kopi yang paling rumit dan ribet. Demi sebuah kesempurnaan dan pengalaman. Tetapi ini pulalah era kopi yang membuat banyak orang tersesat di jalan yang terang. Karena kopi sudah bukan lagi soal rasa.

Mulailah mereka mencari yang otentik. Yang tahu apa itu kopi, yang sedari dulu berurusan dengan kopi, dan tahu bagaimana memperlakukan kopi sesuai maqomnya, dan melahirkan cita rasa yang memang kopi. Tak lebih tak kurang.

Disinilah kemudian kita menengok Kopi Kong Dji dari Belitung, Kopi Ulee Kareeng dari Aceh, atau kopi Asiang di Pontianak, Kopi Kok Tong di Siantar, dan lain-lain.

Tidak ada yang aneh dengan kedai-kedai kopi itu. Kopi ya item, paling banter tambah susu. Justru keunggulan mereka adalah karena keotentikannya. Asli, ngga KW, apalagi ikut-ikutan.

Sedari dulu mereka seperti itu dan akan terus seperti itu. Mereka hanya tahu begitulah cara membuat dan memperlakukan kopi yang enak, dan tidak pernah tergoda untuk menjadi seperti yang lain.

Demikian juga halnya dengan urusan yang lain. Soal pemimpin misalnya.

Empat tahun terakhir saya mengampu program Authentic Leadership, Kepemimpinan yang Otentik.

Ini genre kepemimpinan yang sedang dilirik kembali setelah orang lelah mencari profil pemimpin yang baik dan sempurna. Seperti jomblo yang lelah menanti belahan hati sempurna yang tidak pernah turun dari singgasananya di bulan.

Pada masanya pemimpinan dicitrakan sebagai orang-orang hebat, setengah dewa, keturunan para pera yang menikahi peri, berotot kawat bertulang besi. Karenanya tidak semua orang bisa menjadi pemimpin. Genre ini dikenal dengan Great Man Theory. Teori orang hebat.

Di sini kita mengenal orang-orang hebat masa lalu yang sering disebut dengan sedikit bergidik; The Great Alexander, Napoleon Bonaparte, Abraham Lincoln, Gadjah Mada, dan lain-lain.

Lalu datanglah pendekatan berikutnya yang lebih realistis yang melihat pemimpin sebagai kompetensi yang bisa dipelajari dan ditiru atau competency-based leadership. Disini kita ketemu bahwa untuk menjadi seorang pemimpin, dibutuhkan kualitas-kualitas seperti visioner, mempunyai keberanian, problem-solver, analytical-thinker, people-oriented person, collaborator, innovator, dan lain-lain yang buaaanyak banget, dengan ukurannya masing-masing.

Kalau diliat-liat, kayanya cuma malaikat yang bisa memenuhi semua kompetensi-kompetensi itu. Karena kalau manusia biasa, sampai kiamat kurang sehari juga gak akan ada yang sampai ke kualitas-kualitas yang ribet itu.

Ngga puas dengan pendekatan itu, datanglah pendekatan Authentic Leadership ini. Pendekatan ini intinya ingin mengatakan bahwa manusia terlahir berbeda, dengan potensi dan latar berlakangnya masing-masing, tidak ada yang baik dan tidak ada yang buruk, dan berhak untuk menjadi pemimpin. Bisa gagal bisa juga sukses, tergantung banyak hal.

Tetapi yang terpenting, bahwa manusia lainnya (anak buah, temen, partner, pasangan, anak, murid, audiens, rakyat) mencari mereka-mereka yang otentik. Yang bukan KW. Yang ngga pernah dibuat-buat apalagi sering membuat pencitraan.

Seperti banyak manusia lainnya mencari kopi yang otentik, seperti di atas.

Kapan-kapan saya sambung lagi ya. Mau bikin kopi yang otentik dulu….

sumber:
https://alidamanik.net/2019/03/12/otentik/

Tentang Penulis - Ali Damanik
Leadership Development
Leadership Development

Ali Damanik

Ali Damanik adalah praktisi, trainer dan  pembicara publik dalam program pengembangan kepemimpinan (Leadership Development) dan Sumber Daya Manusia.
Merupakan Co-Founder dan Partner dari Kinerja-BlessingWhite, sebuah firma konsultan pengembangan SDM dan Kepemimpinan, yang merupakan exclusive partner dari BlessingWhite Inc, yang berpusat di New Jersey – USA dan beroperasi di lebih dari 60 negara di seluruh dunia.
Pernah bekerja sebagai professional di Bank Niaga, Citibank dan Paragroup (CT Corpora), konsultan di Dunamis Organization Services dan MarkPlus Inc, serta pengajar dan peneliti di FISIP UI.
Menyelesaikan studi di Departemen Sosiologi FISIP-UI, Dept of International Studies, Ohio University, USA dan Program Pasca Sarjana, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada (UGM).

Saat ini tinggal di Tangerang dan dapat dihubungi di This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.
Blog pribadi www.alidamanik.net


Explor Your Next

Journey

Physiological respiration involves the meensure the composition of the functional residual.