Pernah dengar SPH dan BAST ?

Dewasa ini kebutuhan akan ketersediaan perumahan sebagai sarana tempat tinggal yang layak memang sangat dibutuhkan, hal inilah yang menjadi perhatian para pengusaha property untuk beramai-ramai membangun ketersediaan perumahan dengan berbagai type dan harga yang bersaing, namun sangat disayangkan masih banyak kita temui para pengusaha property yang tidak jujur dalam hal proses pengadaan lahan/tanah sebagai lahan yang nantinya diperuntukkan untuk membangun perumahan tersebut.

Mungkin sebagian masyarakat sangatlah asing dengan bahasa GU (Gambar Ukur), GS (Gambar Situasi) atau FG (Floating Gambar) atau HPL (Hak Penguasaan Lahan) atau SK (Surat Keputusan) atau MP (Master Plan) atau SP (Site Plan) atau PSU (Prasarana Sarana Utilitas) yang dahulu dikenal dengan sebutan Fasum (Fasilitas Umum) Fasos (Fasilitas Sosial) lalu berubah sebutan kembali menjadi Utilitas Umum dan Utilitas Sosial.

Bila kita lihat kembali keatas tentunya poin-poin ini menjadi wajib dipenuhi oleh para pengusaha property sebagai salah satu syarat berdirinya bangunan perumahan yang sudah barang tentu bersifat komersial.

Namun sayangnya di tengah pelaksanaan pembangunan maupun di akhir pembangunan perumahan tersebut, muncul permasalahan yang seharusnya tidak perlu terjadi apabila pengusaha property/perumahan memahami tentang kewajiban yang seharusnya dipenuhi bagi konsumen yang ada di perumahan tersebut.

Kewajiban akan ketersediaan PSU (Prasana Sarana Utilitas) sebetulnya bukan hanya dibebankan kepada perumahan tidak bersusun, namun juga diwajibkan untuk rumah tinggal bersusun yang dahulu dikenal dengan sebutan Rusun atau dewasa ini dikenal dengan sebutan Apartmen. Hal ini diatur oleh KepMenPU nomor : 20/KPTS/1986.

Dikebanyakan masyarakat lazimnya hanya mengenal bahwa pengembang perumahan/pengusaha property wajib menyediakan PSU atau Fasum Fasos tanpa tahu berapa sebenarnya presentase luas yang wajib disediakan oleh para pengembang. Namun dibalik itu semua ternyata para konsumen penghuni perumahan abai atau tidak mengetahui bahwasannya ada kewajiban mutlak lain yang menjadi tanggung jawab pengembang yakni ketersediaan lahan TPU (Tempat Pemakaman Umum).

Prosentase tentang ketersediaan lahan yang dimaksud sudah tertuang dalam peraturan pemerintah yakni PermenPU (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum) nomor: 20 tahun 1996.

Bagaimana dengan Pemerintah Daerah ?
Pemerintah Daerah dinilai masih abai tentang apa yang seharusnya pemerintah daerah lakukan.

Ada beberapa parameter atau katagori yang dibuat oleh Pemerintah Daerah tentang klasifikasi yang diterapkan terhadap prilaku Pengembang, yang tentunya menurut pendapat saya penilaian tersebut hanya sebatas catatan saja bagi Pemerintah Daerah, namun jarang pada kenyataannya Pemerintah Daerah peduli tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh Pemerintah Daerah, apa saja katagori yang dimaksud tentang kewajiban kepada para pengembang, yakni ;

1. Pengembang Sudah Menyerahkan Secara Keseluruhan.
2. Pengembang Baru Menyerahkan Secara Sebagian/Parsial.
3. Pengembang Masih Ada, Belum Menyerahkan.
4. Pengembang Tidak Ada, Belum Menyerahkan.

Lantas selanjutnya apa yang harus dilakukan oleh Pemerintah Daerah?
Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor : 9 Tahun 2009 adalah peraturan yang memang sengaja dibuat oleh Pemerintah Pusat sebagai hadiah yang diperuntukan bagi seluruh Pemerintah Daerah, dimana didalamnya mengatur tentang kewenangan penuh Pemerintah Daerah tentang tata cara beserta pedoman penyerahan prasarana sarana dan utilitas perumahan dan pemukiman didaerah.

Namun pada kenyataannya Pemerintah Daerah belum memahami dengan benar tentang aturan yang dimaksud. Kenapa hal tersebut bisa terjadi, ada 2 kemungkinan menurut pendapat saya;

Yang pertama adalah adanya kendala yang di alami oleh Pengembang/Pengusaha Property. 

Yang kedua adanya kepentingan oknum pemerintah sehingga terjadi pembiaran sampai akhirnya munculah suatu permasalahan.

SPH (Surat Pelepasan Hak) dan BAST (Berita Acara Serah Terima)
SPH atau Surat Pelepasan Hak adalah dokumen yang wajib dipenuhi oleh pihak Pengembang berupa surat pemecahan atas sebidang tanah didalam area perumahan berupa sertipikat atau kepemilikan lain sejumlah 40% yang harus diserahkan kepada Pemerintah Daerah, sedangkan BAST atau Berita Acara Serah Terima adalah seremonial atau akhir penyerahan secara resmi setelah SPH atau telah sepenuhnya berpindah kepemilikan dari pihak Pengembang kepada Pemerintah Daerah dan dicatat sebagai Aset Milik Pemerintah Daerah.

Kadang kala ada kejanggalan dalam hal penulisan redaksi, yakni didalam BAST lahan Fasum Fasos ketika itu, disebutkan bahwa BAST ini dapat disamakan dengan SPH atas tanah-tanah tersebut, ini sangat janggal, padahal hampir dikalangan pejabat pemerintahan terutama para Lurah/Kepala Desa dan para Camat tahu, bahwa antara SPH dan BAST merupakan dokumen yang terpisah.

Dimana SPH menjelaskan tentang bagian sertipikat maupun dokumen lainnya yang menjelaskan tentang asal usul tanah, luas bidang tanah yang harus ditanda tangani dan diketahui oleh Lurah/Kepala Desa maupun Camat sebagai syarat kelengkapan pengajuan perubahan sertipikat kepemilikan dari pihak Pengembang/Pengusaha Property kepada BPN (Badan Pertanahan Nasional) tanpa adanya SPHpihak BPN tidak akan mau dan berani memproses pengajuan sertipikat baru berdasarkan permintaan/pengajuan pihak Pemerintah Daerah.

Sedangankan BAST adalah seremonial kesepakatan akhir penyerahan lahan PSU/UTUM/FASUM FASOS dari pihak pertama dalam hal ini Pengembang yang diwakili oleh Direktur Utama perusahannya dan Pihak Kedua dalam hal ini Kepala Pemerintahan Daerah yang diwakili dalam hal ini oleh Walikota/Bupati.

Lantas pertanyaannya adalah kenapa hal ini bisa terjadi?
Jawabannya sangat simple, yakni karena kemungkinan adanya kepentingan kedua belah pihak.



Tentang Penulis - Denny Granada
Aktifis dan Pemerhati
Aktifis dan Pemerhati

Denny Granada

Denny Granada, adalah pembina dan pendiri Yayasan Banksasuci Indonesia, lahir di Palembang tahun 1969. Penulis juga aktif di organisasi sebagai Wakil Ketua Umum Forum Wartawan Profesional Indonesia.

Berpengalaman dibidang pengamatan permasalahan perumahan, juga sebagai salah satu konseptor salah satu peraturan menteri dalam negeri yang berkaitan dengan kewajiban pengembang atau tata cara penguasaan pemerintah daerah terhadap lahan Fasum Fasos milik pengembang perumahan.

Sebagai aktifis dibidang lingkungan hidup dengan turut serta membidani Gerakan Cinta Lingkungan pada tahun 1997.

Pernah beberapa kali menjadi konsultan bagi pemerintah daerah, menjadi pembicara di beberapa pemerintahan daerah dengan materi "Solusi mencapai mufakat tentang ketersediaan lahan Fasum/Fasos" seperti di Kota Bogor, Kabupaten Sukabumi, Kota Sukabumi.

Juga pernah dipercaya oleh Dinas Lingkungan Hidup Propinsi Banten sebagai Pembicara dalam rangka memperingati hari air sedunia.

Aktif menyoroti permasalahan yang terjadi di bidang property sejak 20 tahun yang lalu, berawal dari disiplin ilmu yang diperoleh dibidang Penataran P4, hal ini bisa dibuktikan dengan beberapa kali memperoleh piagam penghargaan baik tingkat daerah maupun tingkat nasional.

Untuk saat ini Penulis menjabat sebagai Ketua DPD GNP TIPIKOR Kota Tangerang.

Kecintaan terhadap keluarga dan kawan adalah semboyannya, berprinsip satu orang musuh terlalu banyak namun seribu kawan terlalu dikit.
 

Esai Lainnya


Explor Your Next

Journey

Physiological respiration involves the meensure the composition of the functional residual.