Anda Tahu Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 1998?
Berawal dari adanya rencana pihak pengembang yang akan memindahkan/merelokasi/membongkar makam yang menurut masyarakat Kelurahan Panunggangan Barat, Kecamatan Cibodas adalah merupakan makam yang dikeramatkan, karena sudah ada ratusan tahun yang lalu (menurut penduduk sekitar-red) dan makam tersebut merupakan salah satu dari keturunan Sultan Ageng Titayasa yang dikenal dengan nama Syech Tubagus Rajasuta bin Sultan Ageng Tirtayasa.
Segala cara sudah ditempuh untuk mempertahankan lokasi keberadaannya, namun apa daya rencana pemindahan/relokasi/pembongkaran akan tetap dilakukan dengan alasan adanya penolakan dari Dirjend Kebudayaan (Pusat) tentang usulan makam keramat tersebut akan dijadikan cagar budaya. Hal ini diperkuat dengan adanya pernyataan dari plt. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kita Tangerang, Mugiya Wardhini yang mengatakan bahwa ini bukanlah ranah kewenangan Pemda Kota Tangerang... terkesan cuci tangan tidak mau disalahkan.
Memang benar ada aturan yang mengatur tentang penyediaan dan penggunaan tanah untuk keperluan tempat pemakaman umum, hal ini telah diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1987, peraturan tersebut juga diatur dalam peraturan turunan lainnya yakni Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 26 Tahun 1989 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1987.
Kalau saja Pemerintah Daerah Kota Tangerang konsisten dan berpihak kepada masyarakat, mestinya aturan itu dapat menjadi pertimbangan, sehingga tidak ada lagi keributan dengan masyarakat. Penulis pernah mengingatkan kepada beberapa pejabat Kota Tangerang tentang pentingnya ada Perda yang mengatur tentang TPU (Tempat Pemakaman Umum) melalui dinas terkait, namun hal ini dianggap angin lalu saja, ternyata kekhawatiran tersebut terbukti dan hal ini terjadi.
Mungkin dikalangan masyarakat Kota Tangerang sedikit yang mengetahui bahwa Kota Tangerang pernah mempunyai Perda tentang TPU, yakni Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 1998 tentang Penyediaan Lahan Untuk Tempat Pemakaman Oleh Perusahaan Pembangunan Perumahan.
Dimana Perda tersebut menurut penilaian Penulis cukup baik untuk diterapkan oleh Pemerintah Kota Tangerang. Kalau toh ingin ada penyesuaian tinggal ditambahkan saja Konsiderant Undang-Undang maupun peraturan yang baru, tanpa membuang secara hampir keseluruhan baik BAB maupun pasal yang berlaku, adanya peraturan daerah yang baru ketika itu Perda Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Penyerahan Prasarana, Sarana Dan Utilitas Perumahan Dan Pemukiman Di Kokta Tangerang, Penulis anggap masih ada relevansinya karena di dalamnya mengatur hak normatif tentang kewajiban pengembang kaitannya dengan fasum dan fasos.
Seiring keluarnya Peraturan Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2009 tentang Pedomana Penyerahan Prasarana, Sarana Dan Utilitas Perumahan Pemukiman Di Daerah, lantas Pemerintah Kota Tangerang merubah kembali Perda Nomor 4 Tahun 2009 menjadi Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Penyerahan Prasarana, Sarana Dan Utiltas Perumahan.
Namun dalam perubahan Perda terbaru ini ada satu kejanggalan, ternyata di dalam perubahan Perda ini memuat tentang aturan kewajiban penyerahan TPU dan secara otomatis mencabut Perda terdahulu, yakni Perda Nomor 4 Tahun 1998, ini sungguh aneh dan janggal. Mengapa perda TPU yang sudah ada dicabut, padahal Perda terdahulu mengatur tentang TPU, dalam 7 BAB serta 10 Pasal. Sedang didalam Perda Nomor 5 Tahun 2017, Perda perubahan baru yang menurut Penulis sangat tidak relaven hanya mengatur 1 BAB serta 1 pasal tentang TPU, padahal peraturan tentang TPU diatur dalam suatu ketentuan Undang-Undang maupun Peraturan Pemerintah lainnya secara terpisah, yang artinya tidak boleh disatukan dalam produk peraturan lainnya.
Disinilah mulai muncul tentang permasalahan PSU (Prasarana Sarana Utilitas) atau Fasum/Fasos. Dimana masalah ini muncul justru pihak Pemerintah Kota Tangerang sendirilah yang kebingungan, karena kerap kita temui klaim sepihak oleh Pemerintah Kota Tangerang tentang Asset Fasum/Fasos ternyata sengketa dengan kepentingan warga, ditambahkan lagi dengan (kebiasaan) pihak Pemerintah Kota Tangerang yang gemar/hobi mengklaim tanah Fasum/Fasos atau PSU dengan cara cukup mencatatnya tanpa ada keberdayaan untuk mengurus bukti kepemilikan lahan secara tersertifikasi.
Dengan adanya lempar kewenangan masalah makam ini, tidak terlepas dari telah dicabutnya Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 1998, sebetulnya (menurut Penulis) bisa saja Walikota Kota Tangerang mengeluarkan suatu peraturan secara parsial, baik berupa Peraturan Walikota atau berupa Surat Keputusan, karena Walikota mempunyai kewenangan hak ekslusif seperti diatur dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah, dimana daerah mempunyai kewenangan mengatur daerahnya sendiri.
Masih ada kata tidak terlambat untuk menyelesaikan permasalahan makam Syech Tubagus Rajasuta bin Sultan Ageng Tirtayasa ini atau yang dikenal dengan sebutan lain Syech Buyut Jenggot.
Keberpihakan Pemerintah haruslah tetap mengutamakan untuk kepentingan masyarakat banyak terutama masyarakat Kota Tangerang, bukan kepada Penguasa dan Pengusaha semata.
Segala cara sudah ditempuh untuk mempertahankan lokasi keberadaannya, namun apa daya rencana pemindahan/relokasi/pembongkaran akan tetap dilakukan dengan alasan adanya penolakan dari Dirjend Kebudayaan (Pusat) tentang usulan makam keramat tersebut akan dijadikan cagar budaya. Hal ini diperkuat dengan adanya pernyataan dari plt. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kita Tangerang, Mugiya Wardhini yang mengatakan bahwa ini bukanlah ranah kewenangan Pemda Kota Tangerang... terkesan cuci tangan tidak mau disalahkan.
Memang benar ada aturan yang mengatur tentang penyediaan dan penggunaan tanah untuk keperluan tempat pemakaman umum, hal ini telah diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1987, peraturan tersebut juga diatur dalam peraturan turunan lainnya yakni Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 26 Tahun 1989 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1987.
Kalau saja Pemerintah Daerah Kota Tangerang konsisten dan berpihak kepada masyarakat, mestinya aturan itu dapat menjadi pertimbangan, sehingga tidak ada lagi keributan dengan masyarakat. Penulis pernah mengingatkan kepada beberapa pejabat Kota Tangerang tentang pentingnya ada Perda yang mengatur tentang TPU (Tempat Pemakaman Umum) melalui dinas terkait, namun hal ini dianggap angin lalu saja, ternyata kekhawatiran tersebut terbukti dan hal ini terjadi.
Mungkin dikalangan masyarakat Kota Tangerang sedikit yang mengetahui bahwa Kota Tangerang pernah mempunyai Perda tentang TPU, yakni Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 1998 tentang Penyediaan Lahan Untuk Tempat Pemakaman Oleh Perusahaan Pembangunan Perumahan.
Dimana Perda tersebut menurut penilaian Penulis cukup baik untuk diterapkan oleh Pemerintah Kota Tangerang. Kalau toh ingin ada penyesuaian tinggal ditambahkan saja Konsiderant Undang-Undang maupun peraturan yang baru, tanpa membuang secara hampir keseluruhan baik BAB maupun pasal yang berlaku, adanya peraturan daerah yang baru ketika itu Perda Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Penyerahan Prasarana, Sarana Dan Utilitas Perumahan Dan Pemukiman Di Kokta Tangerang, Penulis anggap masih ada relevansinya karena di dalamnya mengatur hak normatif tentang kewajiban pengembang kaitannya dengan fasum dan fasos.
Seiring keluarnya Peraturan Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2009 tentang Pedomana Penyerahan Prasarana, Sarana Dan Utilitas Perumahan Pemukiman Di Daerah, lantas Pemerintah Kota Tangerang merubah kembali Perda Nomor 4 Tahun 2009 menjadi Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Penyerahan Prasarana, Sarana Dan Utiltas Perumahan.
Namun dalam perubahan Perda terbaru ini ada satu kejanggalan, ternyata di dalam perubahan Perda ini memuat tentang aturan kewajiban penyerahan TPU dan secara otomatis mencabut Perda terdahulu, yakni Perda Nomor 4 Tahun 1998, ini sungguh aneh dan janggal. Mengapa perda TPU yang sudah ada dicabut, padahal Perda terdahulu mengatur tentang TPU, dalam 7 BAB serta 10 Pasal. Sedang didalam Perda Nomor 5 Tahun 2017, Perda perubahan baru yang menurut Penulis sangat tidak relaven hanya mengatur 1 BAB serta 1 pasal tentang TPU, padahal peraturan tentang TPU diatur dalam suatu ketentuan Undang-Undang maupun Peraturan Pemerintah lainnya secara terpisah, yang artinya tidak boleh disatukan dalam produk peraturan lainnya.
Disinilah mulai muncul tentang permasalahan PSU (Prasarana Sarana Utilitas) atau Fasum/Fasos. Dimana masalah ini muncul justru pihak Pemerintah Kota Tangerang sendirilah yang kebingungan, karena kerap kita temui klaim sepihak oleh Pemerintah Kota Tangerang tentang Asset Fasum/Fasos ternyata sengketa dengan kepentingan warga, ditambahkan lagi dengan (kebiasaan) pihak Pemerintah Kota Tangerang yang gemar/hobi mengklaim tanah Fasum/Fasos atau PSU dengan cara cukup mencatatnya tanpa ada keberdayaan untuk mengurus bukti kepemilikan lahan secara tersertifikasi.
Dengan adanya lempar kewenangan masalah makam ini, tidak terlepas dari telah dicabutnya Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 1998, sebetulnya (menurut Penulis) bisa saja Walikota Kota Tangerang mengeluarkan suatu peraturan secara parsial, baik berupa Peraturan Walikota atau berupa Surat Keputusan, karena Walikota mempunyai kewenangan hak ekslusif seperti diatur dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah, dimana daerah mempunyai kewenangan mengatur daerahnya sendiri.
Masih ada kata tidak terlambat untuk menyelesaikan permasalahan makam Syech Tubagus Rajasuta bin Sultan Ageng Tirtayasa ini atau yang dikenal dengan sebutan lain Syech Buyut Jenggot.
Keberpihakan Pemerintah haruslah tetap mengutamakan untuk kepentingan masyarakat banyak terutama masyarakat Kota Tangerang, bukan kepada Penguasa dan Pengusaha semata.
Tentang Penulis - Denny Granada
Aktifis dan Pemerhati
Denny Granada
Denny Granada, adalah pembina dan pendiri Yayasan Banksasuci Indonesia, lahir di Palembang tahun 1969. Penulis juga aktif di organisasi sebagai Wakil Ketua Umum Forum Wartawan Profesional Indonesia.
Berpengalaman dibidang pengamatan permasalahan perumahan, juga sebagai salah satu konseptor salah satu peraturan menteri dalam negeri yang berkaitan dengan kewajiban pengembang atau tata cara penguasaan pemerintah daerah terhadap lahan Fasum Fasos milik pengembang perumahan.
Sebagai aktifis dibidang lingkungan hidup dengan turut serta membidani Gerakan Cinta Lingkungan pada tahun 1997.
Pernah beberapa kali menjadi konsultan bagi pemerintah daerah, menjadi pembicara di beberapa pemerintahan daerah dengan materi "Solusi mencapai mufakat tentang ketersediaan lahan Fasum/Fasos" seperti di Kota Bogor, Kabupaten Sukabumi, Kota Sukabumi.
Juga pernah dipercaya oleh Dinas Lingkungan Hidup Propinsi Banten sebagai Pembicara dalam rangka memperingati hari air sedunia.
Aktif menyoroti permasalahan yang terjadi di bidang property sejak 20 tahun yang lalu, berawal dari disiplin ilmu yang diperoleh dibidang Penataran P4, hal ini bisa dibuktikan dengan beberapa kali memperoleh piagam penghargaan baik tingkat daerah maupun tingkat nasional.
Untuk saat ini Penulis menjabat sebagai Ketua DPD GNP TIPIKOR Kota Tangerang.
Kecintaan terhadap keluarga dan kawan adalah semboyannya, berprinsip satu orang musuh terlalu banyak namun seribu kawan terlalu dikit.
Berpengalaman dibidang pengamatan permasalahan perumahan, juga sebagai salah satu konseptor salah satu peraturan menteri dalam negeri yang berkaitan dengan kewajiban pengembang atau tata cara penguasaan pemerintah daerah terhadap lahan Fasum Fasos milik pengembang perumahan.
Sebagai aktifis dibidang lingkungan hidup dengan turut serta membidani Gerakan Cinta Lingkungan pada tahun 1997.
Pernah beberapa kali menjadi konsultan bagi pemerintah daerah, menjadi pembicara di beberapa pemerintahan daerah dengan materi "Solusi mencapai mufakat tentang ketersediaan lahan Fasum/Fasos" seperti di Kota Bogor, Kabupaten Sukabumi, Kota Sukabumi.
Juga pernah dipercaya oleh Dinas Lingkungan Hidup Propinsi Banten sebagai Pembicara dalam rangka memperingati hari air sedunia.
Aktif menyoroti permasalahan yang terjadi di bidang property sejak 20 tahun yang lalu, berawal dari disiplin ilmu yang diperoleh dibidang Penataran P4, hal ini bisa dibuktikan dengan beberapa kali memperoleh piagam penghargaan baik tingkat daerah maupun tingkat nasional.
Untuk saat ini Penulis menjabat sebagai Ketua DPD GNP TIPIKOR Kota Tangerang.
Kecintaan terhadap keluarga dan kawan adalah semboyannya, berprinsip satu orang musuh terlalu banyak namun seribu kawan terlalu dikit.